Thursday 22 May 2014

0 EKONOMI PUBLIK


KATA PENGANTAR
Dengan memanjat puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberi Rahmat dan ridha-Nya, sehingga penyusun makalah ini dapat diselesaikan dengan baik dan tanpa hambatan apa apun.
Dalam penyusun makalah ini, penyusun telah mendapatkan bimbingan dan bantuan dari beberapa pihak. Oleh karena itu melalui kesempatan ini penyusun menyampaikan terimaksih dan penghargaan kepada segenap pihak yang telah membantu dalam proses peyusunan makalah ini sampai selesai seperti sekarang ini.
Makalah ini disusun dengan maksud untuk memenuhi tugas semester ganjil pada mata kuliah “EKONOMI PUBLIK” dan demi tercapainya standar kelulusan bagi mata kuliah ini hingga harus terselsaikan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penyusun mengharapkan adanya keritk dan saran dari pembaca dan dosen pembimbing guna kedepannya makalah yang kami buat mencapai kesempurnaan, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pengembangan pelajaran dan pendidikan, khususnya bagi penyusun dan juga pembaca.

                                                                          Sumbawa Besar,    April    2012
                                                                                                  
                                                                                           Penyusun



DAFTAR ISI
                                                                                                                           Hal
KATA PENGANTAR................................................................................      i
DAFTAR ISI................................................................................................     ii
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................     1
A. LATAR BELAKANG....................................................................     1
B. RUMUSAN MASALAH................................................................     3
C. TUJUAN..........................................................................................     3
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................     4
A.  PENGERTIAN PAJAK...........................................................     4
B.  ASAS PAJAK..........................................................................     8
C.  JENIS-JENIS PAJAK..............................................................   10
D.  SISTEM PERPAJAKAN DAN POLITIK PAJAK................   16
E.  DAMPAK-DAPAK PERPAJAKAN......................................   21
BAB III PENUTUP.....................................................................................   26
A.  KESIMPULAN..............................................................................   26
B.  SARAN..........................................................................................   27
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................



BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan suatu Negara yang merdeka pada tahun 1945. Suatu Negara sudah pasti melakukan pembangunan di berbagai bidang guna mencapai cita-cita nasional. Sebagai penunjang dalam pembangunanya, Indonesia mempunyai sistem keuangan  yang digunakan untuk pengalokasian dana pembangunan. Dana pembangunan dapat diperoleh dari berbagai sumber dan salah satu sumber dana terbesar adalah pajak. Pajak merupakan komponen pentiing bagi kebelangsungan Negara Indonesia. Sistem yang merupakan salah satu warisan dari bangsa Belanda ini mempunyai peranan vital dalam mensuplai pendapatan Negara.
Pembayaran pajak merupakan perwujudan dari kewajiban kenegaraan dan peran serta Wajib Pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Sesuai falsafah undang-undang perpajakan, membayar pajak bukan hanya merupakan kewajiban, tetapi merupakan hak dari setiap warga Negara untuk ikut berpartisipasi dalam bentuk peran serta terhadap pembiayaan negara dan pembangunan nasional.
Tanggung jawab atas kewajiban pembayaran pajak, sebagai pencerminan kewajiban kenegaraan di bidang perpajakan berada pada anggota masyarakat sendiri untuk memenuhi kewajiban tersebut. Hal tersebut sesuai dengan sistem self assessment yang dianut dalam Sistem Perpajakan Indonesia.
Eksistensi pajak merupakan sumber pendapatan utama sebuah negara, karena itu merupakan isu strategis yang selalu menjadi pantauan masyarakat. Apalagi sekarang telah dilakukan pembahasan RUU Pajak yang baru yang akan menggantikan UU No. 16/2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Penduduk Indonesia sebesar 215 juta jiwa merupakan potensi pajak yang berlimpah.
Ironisnya, hingga 2004 jumlah wajib pajak/ pembayar pajak hanya mencapai 3.670.060 jiwa dengan perincian 2.622.184 pembayar pajak orang pribadi dan 1.047.876 lainnya pembayar pajak badan. Hal ini menandakan bahwa kebijakan perpajakan tidak cukup kuat untuk melakukan ekstensifikasi pajak di samping proses pendataan wajib pajak yang kurang gencar dilakukan.
Urgensi pajak bagi kelangsungan pembangunan tak lagi disangsikan. Karena itu wajar jika pemerintah terus berupaya menggali berbagai potensi tax coverage (lingkup/cakupan pajak) sekaligus menekankan tax compliance (kepatuhan pajak) dari masyarakat. Namun demikian, kepatuhan pajak yang bersumber dari kesadaran masyarakat terhadap penunaian kewajiban membayar pajak itu tentu bukan sesuatu yang berdiri sendiri.
Berbagai persoalan perpajakan yang kerap muncul, baik yang bersumber dari wajib pajak (masyarakat), aparatur pajak (fiscus), maupun yang bersumber dari sistem perpajakan itu sendiri menunjukkan bahwa persoalan pajak merupakan hal yang kompleks. Oleh karena itu, penanganannya perlu diupayakan secara sinergis dan komprehensif.
Dengan sendirinya, berbagai upaya untuk menciptakan masyarakat agar memiliki apresiasi yang baik terhadap kewajiban membayar pajak tidak terpaku pada wajib pajak belaka, tapi perlu mempertimbangkan aspek-aspek lainnya secara korelatif. Dengan pertimbangan yang simultan, solusi alternatif yang signifikan akan lebih memungkinkan.
Dari begitu banyak dan keanekaragaman hak dan kewajiban wajib pajak, salah satunya adalah wajib pajak orang pribadi yaitu orang yang memperoleh penghasilan baik sebagai seorang direktur dari satu, beberapa, atau bahkan ratusan perusahaan atau seorang pemegang saham atau komisaris atau pegawai menengah atau pegawai rendah atau pekerja mandiri seperti dokter, notaris , pengacara.
Sebelum sampai pada pembahasan tentang Wajib Pajak Pribadi, sebagai cakrawala pengetahuan perpajakan perlu diketahui terlebih dahulu tentang pengertian, jenis dan macam pajak serta manfaat pajak yang berlaku di Indonesia.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apa yang dimaksud dengan pajak ?
2.      Bagaimana asas pajak tersebut ?
3.      Apa saja jenis pajak tersebut ?
4.      Bagaimana system perpajakan dan politik perpajakan ?
5.      Apa saja yang menjadi dampak dari perpajakan ?

C.     TUJUAN
Yang menjadi tujuan dalam makalah ini yaitu antara lain :
1.      untuk mengetahui defenisi dari pajak tersebut,serta asas-asas dalam perpajakan,
  1. untuk mengetahui politik yang berlaku didalam proses perpajakan serta dampak dari adanya perpajakan,
  2. untuk menambah wawasan mengenai perpajakan yang berlangsung disuatu Negara khususnya dinegara indonesia.
  3. untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah ekonomi Publik.
  4. dijadikan bahan referensi para mahasiswa serta masyarakat dalam melihat perkembangan perpajakan.







BAB II
PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN PAJAK
Berikut ini beberapa definisi pajak dari berbagai ahli di antaranya :
1.       “ Pajak adalah iuran Negara (yang dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran pengeluaran umum berhubungan dengan tugas Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.” Prof. Dr. PJA Adriani (Guru Besar Hukum Pajak Universitas Amsterdam)
2.       “ Iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum”. Dr.Soeparman Soemahamidjaja.
3.      “ Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian daripada kekayaan kepada Negara disebabkan suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman menurut peraturan-peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa balik dari negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan umum”. Prof. S.I. Djajadiningrat.
4.       “ Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum namun wajib dilaksanakan berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan lebih dahulu tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.” Sommerfeld Ray M., Anderson Herscel M., & Brock Horace R,
5.      ” Pajak adalah peralihan kekayaan dari sector swasta ke sector public berdasarkan undang undang yang dapat dipakasakan dengan tidak mendapat imbalan yang secara langsung dapat ditunjukan, yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum dan yang digunakan sebagai alat pendorong  dengapenghambat atau nutuk mencapai tujuan yang ada diluar bidang keuangan negara.” Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro,
Ada juga beberapa ahli memberikan pengertian pajak antara yang satu dengan yang lainnya. Diantara beberapa pengertian yang diberikan oleh para ahli adalah sebagai berikut
1.      Menurut Sommerfeld: pajak adalah suatu pengalihan sumber-sumber yang wajib dilakukan dari sektor swasta kepada sektor pemerintah berdasarkan peraturan tanpa mendapat suatu imabalan kemabali yang langsung dan seimbang, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas tugasnya dalam pemerintahan
2.      Menurut Prof. DR. Rochmat Soemitro: pajak adalah pengalihan kekayaan dari pihak rakyat kepad negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan ‘surplus’nya digunakan untuk ‘public saving’ yang merupakan sumber utama untuk membiayai ‘public investment’. Dari pengertian itu dapat disimpulkan unsur-unsur yang terdapat dalam pajak ialah:
a.       Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksananya;
b.      Sifatnya dapat dipaksakan, hal ini berarti bahwa pelanggaran atas iuran perpajkan dapat dikenakan sanksi;
c.       Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontra[restai secara langsung oleh pemerintah;
d.      Pajak dipungut oleh Negara baik pemerintah pusat maupun daerah;
e.       Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih surplus, dipergunakan untuk membiayai public investment.
3.       Menurut Prof. DR. M.J.H. Smeets: pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum, dan yang dapat dipaksakan tanpa ada kontra prestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal individual; maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah’
Jadi berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa Pajak adalah iuran yang bersifat memaksa yang harus dibayarkan oleh seseorang atau suatu badan (wajib pajak) kepada Negara tanpa mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk menjalankan pemerintahan guna mencapai kesejahteraan umum serta tata cara pelaksanaannya diatur dalam undang-undang.
Secara umum dapat diambil suatu kesimpulan bahwa pajak merupakan sarana untuk menciptakan kestabilan suatu Negara khususnya di bidang ekonomi sehingga dapat mewujudkan kehidupan masyarakat yang sejahtera, adil, dan makmur.
Namun, Pemerintah sendiri telah memberikan definisi pajak dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007. Ya, baru pada Undang-undang inilah definisi pajak dicantumkan. Adapun definisi pajak menurut Undang-undang ini adalah sebagai berikut :
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Dengan adanya pengertian pajak dalam UU KUP 28 tahun 2007, maka penegertian pajak menurut para ahli tidak berlaku  dan hanya  sebagai pengetahuan saja.
Dalam realitanya, sifat pajak yang memaksa bukan berarti tanpa dasar teori yang jelas. Negara mempunyai dasar yang mensahkan setiap warga Negara untuk membayar pajak, teori-teori tersebut adalah sebagai berikut :
1.      Teori Asuransi, maksudnya bahwa dalam teori ini Negara dapat didibaratkan sebagai sebuah perusahaan asuransi dan rakyat adalah kliennya. Negara memberikan jaminan keselamatan jiwa, perlindungan harta benda ,dan hak-hak rakyat. Sebagai timbale balik, rakyat harus membayar premi atas jasa tersebut, dan premi yang harus dibayar tidak lain merupakan pajak.
2.      Teori kepentingan, maksudnya bahwa teori ini sangat mendukung asas keadilan dalam pemungutan pajak. Yang dimaksud dengan teori kepentingan adalah pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada kepentingan masing-masing orang. Semakin besar kepentingan seseorang terhadap Negara, semaikin besar kepentingan yang harus dibayar.
3.      Teori Daya Pikul, maksud dalam teori daya pikul ini adalah beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya, yang berarti pajak harus dibayar sesuai dengan daya pikul masing-masing orang. Untuk mengukur daya pikul dapat digunakan 2 pendekatan, yaitu :
a.       Unsur objektif, yaitu dengan melihat penghasilan atau kekayaan yang dimiliki oleh seseorang.
b.      Unsur subjektif, yaitu dengan memperhatikan besarnya kebutuhan materil yang harus dipenuhi.
Teori ini juga sangat relevan untuk menciptakan asas keadilan dalam perpajakan.
4.      Teori Bakti, maksudnya bahwa sebagai warga Negara sudah sepantasnya mengabdi kepada Negara. Salah satu bentuk dari pengabdian tersebut adalah pelaksanaan kewajiban yang diberikan Negara kepada rakyatnya. Mengacu pada definisi pajak yang bersifat wajib, maka sudah sepantasnya sebagai warga Negara untuk mematuhi sebagai wujud dari pengabdian.
5.      Teori Asas Daya Beli, bahwa memungut pajak berarti menarik daya beli dari rumah tangga masyarakat untuk rumah tangga Negara. Selanjutnya Negara akan menyalurkan kembali ke masyarakat dalm bentuk pemeliharaan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian kepentingan masyarakat lebih diutamakan.
B.      ASAS PAJAK
Agar proses pemungutan pajak dapat berjalan dengan baik, maka diperlukan asas-asas yang dijadikan landasan dalam pemungutan pajak. Asas-Asas tersebut antara lain adalah sebagai berikut
  1. Asas Keadilan
 Didalam Asas keadilan terdapat beberapa teori yang dikemukakan oleh Adam Smith yaitu :
a.        Asas equality, maksudnya asas ini menekankan bahwa pemungutan pajak harus sesuai dengan kemampuan pribadi membayar pajak (ability to pay) dan sesuai dengan manfaat yang diterima.
b.      Asas certainty, bahwa pemungutan pajak harus ada kepastian hukum sehingga dapat dihindari tindakan sewenang-wenang dan tindakan kompromis antara wajib pajak dan petugas pajak.
c.       Asas Convenience of Payment, maksudnya waktu pembayaran pajak harus dilaksanakan sedekat mungkin dengan timbulnya objek pajak.
d.       Asas economy or efficiency, maksudnya bahwa biaya pemungutan pajak dibuat sehemat mungkin dan pemenuhan kewajiban pajak bagi wajib pajak diharapkan seminimum mungkin.
Pada intinya asas-asas ini menyesuaikan dengan tujuan hukum, yakni mencapaikeadilan. Adil dalam perundang-undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Adil dalam dalampelaksanaanya yaitu dengan memberikan hak bagi wajib pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak.
2.      Asas Manfaat
 Negara dapat  memanfaatkan perolehan pajak sesuai dengan kebutuhannya tanpa ada penyelewengan. Sehingga para wajib pajak akan terdorong untuk melaksanakan kewajiban pajak. Oleh karena itu diharapkan pemerintah dapat menjaga kepercayaan masyarakat dengan transparansi dan dapat menggunakannya dengan sebaik-baiknya sehingga masyarakat tidak merasa membayar pajak sia-sia. Misalnya, dengan memperbaiki dan menambah fasilitas umum
3.      Asas Pemunggutan Pajak
Pajak merupakan suatu iuran yang tata cara pemungutannya diatur dalam undang-undang. Agar tata cara pemungutan pajak dapat menjalankan fungsinya maka harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut
a.       Yuridiksi Domisili (tempat tinggal), maksudnya negara berhak menggenakan pajak atas seluruh penghasilan wajib pajak yang dalam maupun luar negeri.
b.       Sumber, maksudnya negara berhak menggenakan pajak atas penghasilan yang bersumber diwilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal wajib pajak.
c.        Kebangsaan, maksudnya pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan wajib pajak Asas ini dierlakukan kepada seriap orang asing yang tinggal di Indonesia untuk membayar pajak. 
d.      Yuridis, artinya dalam pemungutan pajak harus berdasarkan hukum yang menjamin keadilan yang tegas. Pemunggutan pajak di Indonesia diatur dalam pasal 23A perubahan ke-3 UUD45 yang menyatakan “ Pajak dan pungutan lain bersifat memaksa untuk keperluan Negara diatur dengan undang-undang.
e.       Ekonomis, maksudnya asas ekonomi ini lebih menekanan pada pemikiran bahwa Negara menghendaki agar kehidupan masyarakat terus meningkat. Untuk itu, pemunggutan pajak harus diupayakan tidak menghambat kelancaran  ekonomi sehingga kehidupan ekonomi tidak terganggu.
f.       Finansial, maksudnya bahwa biaya dalam pemunggutan pajak harus dibuat seminimal mungkin untuk dapat memasukan uang sebesar-besarnya ke kas negara.
g.      Sederhana, artinya sistem pemunggutan pajak harus diciptakan sesederhana mungkin agar memudahkan wajib pajak dalam melaksanakan pembayaran pajak.

C.     JENIS - JENIS PAJAK
1.      Menurut golongannya pajak dapat dibagi ke dalam pajak langsung dan pajak tidak langsung. Pembagian pajak ke dalam pajak langsung dan pajak tidak langsung dapat ditinjau dari segi ekonomis dan dari segi administrative.
a.        Pajak Langsung
Dari segi ekonomis, pajak langsung adalah pajak yang dimaksudkan untuk dipikul sendiri oleh wajib pajak, dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada pihak lain. Misalnya : Pajak Penghasilan.
Dari segi administrative, pajak langsung adalah pajak yang dikenakan atas surat ketetapan pajak (kohir) dan pengenaannya dilakukan secara berkala (periodik). Misalnya : tiap-tiap bulan.
b.      Pajak tidak langsung
Dari segi ekonomis, pajak tidak langsung adalah pajak yang dimaksudkan untuk dilimpahkan oleh yang membayar kepada pemikul (konsumen). Jadi pajak tidak langsung ini dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada pihak lain. Misalnya : Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Dari segi administrative, pajak langsung adalah pajak yang tidak dikenakan berdasarkan atas surat ketetapan pajak dan pemungutannya tidak dilakukan secara berkala. Pengenaan pajak tidak langsung biasanya dikaitkan dengan tindakan perbuatan atau kejadian.  Misalnya : jual beli barang.
Dalam kaitanya dengan pajak tidak langsung terdapat adanya dua macam pergeseran beban pajak, yaitu :
2.      Pergeseran ke muka (Forward Shifting) adalah pergeseran beban pajak searah dengan arus barang, yaitu dari produsen kepada konsumen. Pergeseran ini sifatnya menaikkan harga barangkarena pembeli harus membayar harga barang ditambah dengan pajak. Misalnya : Penjualan Barang Kena Pajak dari pabrikan kepada pembeli, maka pembeli harus membayar harga barang ditambah dengan Pajak Pertambahan NIlai (PPN)
3.       Pergeseran ke belakang (Backward Shifting) adalah pergeseran beban pajak yang bertentangan dengan arus barang, yaitu pembeli menggeser beban pajak kepada penjual. Pergeseran beban pajak jenis inisifatnya menurunkan harga atau menurunkan jumlah penerimaan uang yang dibayarkan kepada penjual (produsen). Jadi jumlah uang yang akan diterimakan atau akan diterima penjual (produsen) dikurangi dengan Pajak Pertambahan Nilai. Misalnya : Penjualan tembakau dari petani kepada pabrik rokok.
Secara ekonomis, untuk membedakan pajak langsung dan pajak tidak langsung, dapat dilihat adanya tiga unsur, yaitu :
1.      Penanggung jawab pajak, adalah orang yang secara formil yuridis diharuskan melunasi pajak, bila padanya terdapat faktor atau kejadian yang menimbulkan sebab untuk dikenakan pajak.
2.      Penanggung pajak adalah orang yang dalam faktanya dalam arti ekonomis memikul beban pajak.
3.      Pemikul beban pajak adalah orang yang menurut maksud pembuat undang – undang harus memikul beban pajak (destinataris)
Jika ketiga unsur tersebut terdapat pada seseorang atau satu badan, maka pajak tersebut adalah pajak langsung. Dan jika terpisah, artinya unsur-unsur tersebut terdapat lebih dari satu orang, maka pajak tersebut adalah pajak tidak langsung. Sebagai contoh dapat dikemukakan mengenai pemungutan cukai tembakau dimana ketiga unsur tadi tidak berada pada satu orang atau badan (tetapi terpisah), yaitu :
a)      Pabrikan     : Ditunjuk sebagai penanggung jawab pajak, ia harus membeli pita cukai.
b)      Agen rokok  : Merupakan penanggung pajak, ia setiap kali mengambil rokok dari pabrik harus sekaligus membayar cukai rokok.
c)      Konsumen :  Adalah destinataris pajak, karena dialah yang sesungguhnya dituju oleh undang-undang untuk memikul beban cukai tersebut.
Dengan demikian yang dimaksud dengan pajak langsung menurut pengertian ilmu ekonomi adalah pajak yang beban pajaknya tidak bisa dialihkan kepada pihak lain dan pajak tidak langsung adalah pajak yang beban pajaknya bisa dialihkan kepada pihak lain.
2.      Berdasarkan kewenangan pemungutannya pajak dibagi ke dalam pajak-pajak pusat (pajak Negara) dan pajak-pajak daerah.
a)      Pajak-pajak pusat (pajak negara) adalah pajak-pajak yang kewenangan pemungutannya ada pada Pemerintah Pusat. Pajak-pajak pusat yang berlaku di Indonesia sampai saat ini adalah :
1)      Pajak Penghasilan (PPh), PPh diatur dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1983. Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1984, menggantikan Undang-Undang Pajak Perseroan 1925, UU Pajak Pendapatan 1944, dan UU Pajak atas Bunga Deviden dan Royalty (PBDR) 1970.
2)       Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn-BM), Diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1983. Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal1 April 1985, yang menggantikan UU Pajak Penjualan 1951.
3)       Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Diatur dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 1985. Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1986  dan telah diubah dengan undang-undang Nomor 12 tahun 1994.
4)      Bea materai diatur dalam undang-undangnomor 13 tahun 1985. Undang –undang ini mulai berlaku tanggal 1 Januari menggantikan Peraturan dan Undang-Undang bea materai lama (ABM 1921).
5)      Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 1997.
b)      Pajak-Pajak Daerah adalah pajak-pajak yang kewenangan pemungutannya ada pada Pemerintah Daerah, untuk kepentingan pembiayaan rumah  tangga Pemerintah Daerah tersebut. Adapun yang dimaksud dengan daerah disini adalah daerah otonom, yaitu daerah yang berhak dan berwenang mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Daerah ini terdiri atas Daerah Tingkat I dan Daerah tingkat II, sekarang diganti dengan sebutan Daerah Propinsi dan daerah Kabupaten/Kota. Berkaitan  dengan perubahan tersebut maka Pajak Daerah dapat digolongkan menjadi :
1)      Pajak daerah Tingkat I (Pajak propinsi)
a.       Pajak Kendaraan Bermotor
b.      Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
c.        Pajak Bahan Bakar Kendaraa Bermotor
d.      Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan air bawah Tanah dan air permukaan
2)      Pajak daerah tingkat II (Kabupaten/Kota)
a.       Pajak Hotel
b.      Pajak Restoran
c.       Pajak Hiburan
d.       Pajak Reklame
e.       Pajak penerangan jalan
f.       Pajak Pegambilan dan pengolahan bahan galian golongan C
g.       Pajak Parkir
Ditinjau dari segi fungsi,obyek dan penggunaanya maka terdapat perbedaan antara pajak-pajak pusat dengan pajak-pajak daerah :
1.      Perbedaan dari segi fungsinya
Pajak pusat : sebagai alat untuk melaksanakan Kebijaksanaan. Misalnya berfugsi sebagai sarana untuk menahan atau mengurangi keluar msuknya orang atau barang dari atau ke dalam Negara, seperti PBA dan Pajak Barang, sedangkan
Pajak daerah : mempunyai fungsi yang bertolak dengan pajak pusat, karena berdasarkan pasal 4 ayat 2 peraturan Pajak daerah merintangi keluar masuknya pengangkutan barang atau orang dari atau kedalam suatu daerah.
3.       Perbedan dari segi objeknya
Pajak Pusat            : Objek pemungutannya relative tidak terbatas.
Pajak Daerah          : Objek pemungutannya terbatas jumlahnya, Dalam arti pajak yang telah dipungut pemerintah pusat tidak boleh dipungut pemerintah daerah. Hal ini diatur dalam Pasal 12 Peraturan pajak daerah yang mengatakan bahwa lapangan pajak daerah adalah lapangan yang belum dipergunakan oleh pusat.
4.       Perbedan dari segi penggunaannya
 Pajak Pusat        : Dipergunakan untuk pembiayaan Negara
Pajak Daerah      : Dipergunakan untuk pembiayaan daerah
3.      Pembagian Pajak Berdasarkan sifatnya
Prof. Adriani membedakan pajak menjadi dua yaitu :
a.        Pajak Subjektif
Pajak subjektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya yang selanjutnya dicari syarat objektifnya , dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Dalam pemungutan pajak subjektif ini harus ada hubungan antara Negara pemungut dengan subjek pajaknya, yang dulu dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
1)      Pajak Subjektif yang dipungut dari perorangan, misalnya Pajak Pendapatan
2)      Pajak subjektif yang dipungut dari badan – badan usaha, misalnya Pajak Perseroan    
b.      Pajak Objektif
Pajak objektif adalah pajak yang berpangkal pada objeknya yang dikenai pajak, dan untuk mengenakan pajaknya harus dicari subjeknya. Dalam pemungutan pajak objektif harus ada hubungan antara negara pemungut pajak dengan objek pajaknya. Pajak objektif selalu dipungut berdasarkan asas sumber, sedangkan pada pajak subjektif dipungut berdasarkan asas domisili dan asas nasionalitas.
Karena objek pajak dapat berupa keadaan, peristiwa, dan perbuatan maka ada tiga macam pajak objektif, yaitu :
a.        Pajak objektif yang dipungut karena keadaan, Misalnya pajak penghasilan yang dikenakan kepada wajib pajak luar negeri, adanya kekayaan yang terletak di negara pemungut pajak, adanya penghasilan di wilayah Negara pemungut pajak, adanya benda – benda yang dinyatakan sebagai benda – benda yang kena pajak di negara yang memungut pajak.
b.      Pajak objektif yang dipungut karena perbuatan, Misalnya adanya peralihan barang, rumah, kapal, dan kendaraan bermotor, di situ dikenai bea balik nama. Adanya penyerahan barang dari pabrikan ke pedagan besar, di situ dikenai pajak karena adanya pertambahan nilai (UU no 8 tahun 1983)
c.       Pajak objektif yang dipungut karena peristiwa, Misalnya bea warisan yaitu bea yang dipungut atas harta peninggalan yang diwarisi atau diperoleh seseorang.


D.    SISTEM PERPAJAKAN DAN POLITIK PAJAK
Di Indonesia politik perpajakan dituangkan dalam sepuluh undang-undang, tujuh diantaranya merupakan undang-undang material perpajakan, yaitu undang-undang yang mengatur Subjek, Objek, dan tarif pajak atau Siapa atas Apa dikenakan pajak Berapa yaitu:
1.      Undang-undang Pajak Penghasilan (PPh): UU Nomor 7 Tahun 1983 stdd UU Nomor 17 Tahun 2000.
2.      Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM): UU Nomor 8 Tahun 1983 stdd UU Nomor 18 Tahun 2000.
3.      Undang-undang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB): UU Nomor 12 Tahun 1985 stdd UU Nomor 12 Tahun 1994.
4.      Undang-undang Pajak Bea Meterai (BM): UU Nomor 13 Tahun 1985.
5.      Undang-undang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB): UU Nomor 21 Tahun 1997 stdd UU Nomor 20 Tahun 2000.
6.      Undang-undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD): UU Nomor 18 Tahun 1997 stdd UU Nomor 34 Tahun 2000.
7.      Undang-undang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP): UU Nomor 20 Tahun 1997.
Dan terdapat tiga undang-undang yang mengatur hukum yang lebih bersifat formal (prosedur), yakni
1.      Undang-undang KUP (Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan): UU Nomor 6 Tahun 1983 stdd UU Nomor 28 Tahun 2007 yang dari namanya saja dapat diketahui bahwa undang-undang ini mengatur bagaimana wajib pajak dan pemerintah melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya
2.      Undang-undang PPSP (Penagihan Pajak dengan Surat Paksa): UU Nomor 19 Tahun 1997 stdd UU Nomor 19 Tahun 2000 yang mengatur tata cara penagihan dan penerbitan surat paksa
3.      Undang-undang PP (Pengadilan Pajak): UU Nomor 14 Tahun 2002 yang mengatur tentang bagaimana wajib pajak menggunakan haknya untuk mengajukan banding atas nilai pajak yang ditetapkan oleh pemerintah dan bagaimana wajib pajak menggunakan haknya untuk mengajukan gugatan atas pelanggaran prosedur yang dilakukan pemerintah sebagai fiskus.
Yang menjadi isu pajak pada saat kampanye dari seorang calon presiden di suatu negara adalah mengenai Siapa atas Apa dikenakan pajak Berapa atau mengenai subjek pajak, objek pajak, dan tarif pajak.
Salah satu contoh politik perpajakan yang baru saja di buat di Negara ini adalah politik pajak penghasilan dalam UU Pajak Penghasilan (PPh) yang perubahan undang-undangnya baru disahkan oleh DPR, di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (2/9/2008) yang diantara adalah menyangkut penurunan tarif Pajak Penghasilan (PPh),
Penurunan tarif PPh dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan tarif PPh yang berlaku di negara-negara tetangga yang relatif lebih rendah, meningkatkan daya saing di dalam negeri, mengurangi beban pajak dan meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak (WP).
Dengan demikian terdapat beberapa pergeseran tarif wajib pajak (WP):
a.       Bagi WP orang pribadi, tarif PPh tertinggi diturunkan dari 35% menjadi 30% dan menyederhanakan lapisan tarif dari 5 lapisan menjadi 4 lapisan, namun memperluas masing-masing lapisan penghasilan kena pajak (income bracket), yaitu lapisan tertinggi dari sebesar Rp 200 juta menjadi Rp 500 juta
b.      Bagi WP badan, tarif PPh yang semula terdiri dari 3 lapisan, yaitu 10%, 15% dan 30% menjadi tarif tunggal 28% di tahun 2009 dan 25% tahun 2010. Penerapan tarif tunggal dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan prinsip kesederhanaan dan international best practice. Selain itu, bagi WP badan yang telah go public diberikan pengurangan tarif 5% dari tarif normal dengan criteria paling sedikit 40% saham dimiliki oleh rakyat. Insentif tersebut diharapkan dapat mendorong lebih banyak perusahaan yang masuk bursa sehingga akan meningkatkan good corporate governance dan mendorong pasar modal sebagai alternatif sumber pembiayaan bagi perusahaan.
c.       Bagi WP UMKM yang berbentuk badan diberikan insentif pengurangan tariff sebesar 50% dari tarif normal yang berlaku terhadap bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4,8 miliar. Pemberian insentif tersebut dimaksudkan untuk mendorong berkembangnya UMKM yang pada kenyataannya memberikan kontribusi yang signifikan bagi perekonomian di Indonesia. Pemberian insentif juga diharapkan dapat mendorong kepatuhan WP yang bergerak di UMKM
d.      Bagi WP orang pribadi Pengusaha Tertentu, besarnya angsuran PPh Pasal 25 diturunkan dari 2% menjadi 0,75% dari peredaran bruto. Penurunan tarif tersebut dimaksudkan untuk membantu likuiditas WP dengan pembayaran angsuran pajak yang lebih rendah serta memberikan kepastian dan kesederhanaan penghitungan PPh.
e.       Bagi WP pemberi jasa yang semula dipotong PPh Pasal 23 sebesar 15% dari perkiraan penghasilan neto menjadi 2% dari peredaran bruto. Perubahan tarif tersebut dimaksudkan untuk memberikan keseragaman pemotongan pajak yang sebelumnya ada yang didasarkan pada penghasilan bruto dan sebagian didasarkan pada penghasilan neto. Dengan metode ini, penerapan perpajakan diharapkan dapat lebih sederhana dan tarif relatif lebih rendah sehingga dapat meningkatkan kepatuhan WP.
Di luar masalah tariff tersebut kebijakan atau politik pajak penghasilan pada perubahan undang-undangan pajak penghasilan yang baru disahkan tersebut meliputi:
1.      Bagi WP yang telah mempunyai NPWP dibebaskan dari kewajiban pembayaran fiskal luar negeri sejak 2009, dan pemungutan fiskal luar negeri dihapus pada 2011. Pembayaran fiskal luar negeri adalah pembayaran pajak di muka bagi orang pribadi yang akan bepergian ke luar negeri. Kebijakan penghapusan dan kewajiban pembayaran fiskal luar negeri bagi WP yang memiliki NPWP dimaksudkan untuk mendorong WP memiliki NPWP sehingga memperluas basis pajak. Diharapkan pada 2011 semua rakyat yang wajib memiliki NPWP telah memiliki NPWP sehingga kewajiban pembayaran fiskal luar negeri layak dihapuskan.
2.      Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) untuk diri WP orang pribadi ditingkatkan sebesar 20% dari Rp 13,2 juta menjadi Rp 15,84 juta, sedangkan untuk tanggungan istri dan keluarga ditingkatkan sebesar 10% dari Rp 1,2 juta menjadi Rp 1,32 juta dengan paling banyak 3 tanggungan setiap keluarga. Hal ini dimaksudkan untuk menyesuaikan PTKP dengan perkembangan ekonomi dan moneter serta mengangkat pengaturannya dari peraturan Menteri Keuangan menjadi undang-undang.
3.      Penerapan tarif pemotongan/pemungutan PPh yang lebih tinggi bagi WP yang tidak memiliki NPWP.
4.      Bagi WP penerima penghasilan yang dikenai pemotongan PPh Pasal 21 yang tidak mempunyai NPWP dikenai pemotongan 20% lebih tinggi dari tarif normal.
5.      .Bagi WP menerima penghasilan yang dikenai pemotongan PPh Pasal 23 yang tidak mempunyai NPWP, dikenai pemotongan 100% lebih tinggi dari tarif normal.
6.      Bagi WP yang dikenai pemungutan PPh Pasal 22 yang tidak mempunyai NPWP dikenakan pemungutan 100% lebih tinggi dari tarif normal.
Perluasan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Dimaksudkan bahwa pemerintah memberikan fasilitas kepada rakyat yang secara nyata ikut berpartisipasi dalam kepentingan sosial, dengan diperkenankannya biaya tersebut sebagai pengurang penghasilan bruto.
Adapun bentuk realisasi dari hasil pajak yang di lakukan oleh wajib pajak (WP) sebagai berikut :
a.       Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional dan infrastruktur sosial.
b.      Sumbangan dalam rangka fasilitas pendidikan, penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia.
c.       Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga dan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia
Pengecualian dari objek PPh:
a.         Sisa lebih yang diterima atau diperoleh lembaga atau badan nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan atau bidang penelitian dan pengembangan yang ditanamkan kembali paling lama dalam jangka waktu 4 tahun tidak dikenai pajak.
b.        Beasiswa yang diterima atau diperoleh oleh penerima beasiswa tidak dikenai pajak.
c.         Bantuan atau santunan yang diterima dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tidak dikenai pajak.
Surplus Bank Indonesia ditegaskan sebagai objek pajak. Aturan ini dimaksudkan untuk memberikan penegasan terhadap penafsiran yang berbeda tentang surplus BI. Menurut UU No.7 Tahun 1983 tentang PPh, pengertian penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh WP dengan nama dan dalam bentuk apapun. Dengan demikian surplus BI adalah tambahan kemampuan ekonomis yang termasuk objek PPh yang diatur dalam UU PPh.
Peraturan perpajakan untuk industri pertambangan minyak dan gas bumi, bidang usaha panas bumi, bidang usaha pertambangan umum termasuk batubara dan bidang usaha berbasis syariah, diatur tersendiri dengan Peraturan Pemerintah.
Tepat tidaknya pengaturan struktur tarif Pajak Penghasilan sesungguhnya tergantung dari tingkat kesenjangan kesejahteraan rakyat di suatu Negara. Jika kesenjangan sosial rakyat di suatu negara, yang biasanya dilihat dari gini ratio, tinggi maka suatu negara untuk mempercepat proses redistribusi asset menaikan tarif pajak penghasilan untuk lapisan rakyat yang kaya. Penurun tarif PPh pada lapisan yang teratas seharus dilakukan pada saat tingkat kesenjangannya tidak tinggi Indonesia.
E.     DAMPAK-DAMPAK PERPAJAKAN
1.      Dampak Pajak terhadap Kesejahteraan
Apabila suatu barang dikenakan pajak maka harga yang dibayar konsumen lebih tinggi daripada harga yang diterima oleh produsen atau penjual, karena sebagian harga dibayarkan kepada pemerintah. Dalam beberapa hal kadang-kadang suatu pajak akan menimbulkan beban yang lebih berat dibandingkan nilai yang dipungut. Kelebihan beban yang ditimbulkan oleh pajak itulah yang disebut kesejahteraan yang hilang karena pajak (welfare cost of taxation). Penting sekali membedakan secara jelas antara biaya tak langsung (the welfare cost taxation) dan biaya langsung (direct cost of taxation) dalam hubungannya dengan penarikan sumber-sumber produktif dari sektor swasta.
Perbedaan ini dapat diilustrasikan secara jelas dengan contoh sebagai berikut: misalnya suatu pajak penjualan dikenakan pada produk tertentu, tetapi pajak tersebut dikenakan sedemikian tinggi sehingga produk tersebut menurun sampai nol. Dalam hal demikian berarti tidak ada biaya langsung dari suatu pajak sebab tidak ada penerimaan pajak yang dapat dikumpulkan oleh pemerintah. Tetapi jelas ada beban bagi masyarakat karena pajak yaitu produk tersebut tidak diproduksi padahal sangat dibutuhkan masyarakat.
Dengan demikian ada mis-alokasi sumber-sumber produksi sehingga konsumen menjadi kurang senang dan kehilangan kesejahteraan, yang berarti mereka memikul beban pajak.
2.      Dampak Pajak Terhadap Produksi
Dampak pajak terhadap produksi dapat dibagi dalam pengaruh pajak terhadap produksi keseluruhan dan komposisi produksi. Pengaruhnya terhadap produksi secara keseluruhan berlangsung melalui pengaruhnya terhadap kerja, tabungan dan investasi. Lebih jauh dampak pajak ini terlihat dari kemampuan dan keinginan untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi.
Menurut Suparmoko (1997) kemampuan seseorang untuk bekerja akan berkurang apabila dikenai pajak yang dapat mengurangi efisiensi kerjanya. Oleh karena itu suatu pajak yang dikenakan kepada golongan yang mempunyai tingkat penghasilan yang rendah dalam suatu masyarakat hanya akan menurunkan tingkat efisiensi kerjanya.
Kemampuan menabung juga akan berkurang akibat dikenakannya pajak. Orang yang dikenakan pajak penghasilan, kemampuannya untuk menabung akan berkurang sebesar marginal propensity to save (mps) dikalikan dengan jumlah pajak yang dikenakan. Bagi orang-orang yang tergolong mempunyai pengahasilan rendah, pengenaan pajak tidak akan mengurangi kemampuannya untuk menabung karena memang biasanya mereka itu sudah tidak mempunyai tabungan walaupun belum dikenakan pajak. Sehingga kalau dikenakan pajak tidak akan mengurangi tabungannya melainkan akan mengurangi konsumsinya. Dengan alasan yang demikian ini maka masuk akal jika kemudian pajak yang dikenakan terhadap petani yang sebagian besar berpenghasilan rendah tidak dilakukan.
Kemampuan untuk mengadakan investasi tergantung pada sumber-sumber dana yang akan digunakan untuk mengadakan investasi itu. Jelaslah kiranya bahwa kemampuan untuk mengadakan investasi ini akan berkurang dengan adanya pajak yang mengurangi kemampuan untuk mengadakan tabungan. Karena tabungan adalah sumber dana untuk investasi maka dengan sendirinya kemampuan untuk mengadakan investasi juga akan berkurang bila kemampuan untuk menabung berkurang dengan adanya pajak.
Pengaruh pajak juga dapat mengakibatkan adanya penyimpangan dalam penggunaan faktor produksi yaitu penggunaan faktor produksi yang seharusnya dapat menghasilkan produksi maksimum menuju ke arah penggunaan yang menghasilkan produksi yang lebih sedikit. Oleh karenanya pajak yang dikenakan jangan sampai mengakibatkan adanya penyimpangan penggunaan faktor-faktor produksi atau kalau memang tidak dapat dihindarkan, pajak yang dikenakan jangan sampai menimbulkan banyak penyimpangan-penyimpangan.
3.      Dampak Pajak terhadap Distribusi Pendapatan
Baik atau tidaknya suatu kebijakan haruslah dipertimbangkan dari beberapa segi. Hendaknya diketahui pula bahwa tujuan pembangunan suatu negara pada umumnya adalah berupa peningkatan pendapatan nasional per kapita, penciptaan lapangan kerja, distribusi pendapatan yang merata dan keseimbangan dalam neraca pembayaran internasional. Keempat tujuan umum pembangunan ini tidak sejalan dan selaras dalam pencapaiannya, melainkan seringkali untuk mencapai tujuan yang satu terpaksa harus mengurangi keberhasilan dari tujuan yang lain. Sebagai misal untuk mencapai laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi seringkali terjadi ketidakmerataan pendapatan.
Tingkat pajak yang regresif cenderung untuk memperbesar ketidakmerataan penghasilan dalam masyarakat. Sebaliknya semakin progresif sistem pajak yang dianut oleh suatu perekonomian akan semakin berkuranglah perbedaan penghasilan yang terdapat dalam perekonomian, sehingga sistem pajak yang digunakan hendaklah bersifat progresif tajam. Suatu pajak dikatakan mempunyai struktur yang progresif apabila persentase beban pajak terhadap pendapatan naik dengan
4.      Dampak Pajak terhadap Keinginan untuk Bekerja
Jika pajak progresif dikenakan pada pendapatan tenaga kerja maka tenaga kerja tersebut akan berkurang keinginannya untuk bekerja. Tenaga kerja yang bersangkutan akan kurang berkehendak untuk bekerja giat, sebab apabila penghasilannya bertambah maka sebagian besar hanya akan dipungut oleh pemerintah saja. Jadi pajak progresif akan mengurangi insentif kerja. Sedangkan pajak regresif merupakan pajak dengan perkembangan yang kurang dari sebanding dengan perkembangan taxable capacity, persentase pajak yang harus dibayar menjadi semakin kecil atau average tax rate menurun pada setiap peningkatan tax base. Pajak regresif ini akan menambah insentif kerja, karena dengan semakin tingginya penghasilan yang diperoleh, maka pajak yang harus dibayarnya semakin rendah persentasenya. Para pekerja akan bekerja lebih giat agar memperoleh penghasilan yang lebih besar dan dengan demikian pajak yang harus dibayarnya akan menjadi semakin kecil persenatasenya.
5.      Pajak Pertambahan Nilai (Ppn) Pada Produk Pertanian  Dan Dampaknya
a.       Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (Ppn)
Pajak pertambahan nilai dapat dikenakan dalam bentuk satu tahap atau beberapa tahap. Jika beberapa tahap pemungutan pajak dikenakan terhadap nilai tambah, maka ini sama artinya dengan satu tahap pemungutan pajak penjualan. Sistem pengenaan pajak pertambahan nilai adalah berkali-kali, tetapi pada setiap tingkat yang dikenakan pajak pertambahan nilai hanya atas pertambahan nilainya saja. Artinya jumlah pajak yang harus dibayar oleh pengusaha atau produsen adalah selisih antara jumlah pajak yang harus dipungut oleh pengusaha kena pajak pada waktu menjual hasil produksinya dengan jumlah pajak yang telah dibayarnya waktu membeli bahan-bahan input.
Adanya pertambahan nilai ini akan juga mempengaruhi harga penawaran sehingga pajak pertambahan nilai akan mempengaruhi harga penawaran. Dengan adanya pajak pertambahan nilai maka harga penawaran akan naik.
b.      Dampak PPN Pertanian Jika Dikenakan pada Produsen
Pengenaan PPN pertanian pada produsen akan mengakibatkan harga di tingkat produsen menjadi tertekan. Daya beli komoditas pertanian memiliki nilai yang rendah. Ketika petani menjual harga produknya pada kondisi normal petani akan kehilangan sedikit insentifnya akibat petani ikut menanggung PPN yang dikenakan sehingga meskipun harga yang dilakukan tinggi, namun petani justru mengalami kerugian akibat harus menyetor pajak kepada pemerintah. Pada kondisi ekstrim bahwa konsumen tidak mau membeli komoditas pertanian dengan harga tinggi tersebut dan memilih harga sebelum pajak, maka akibatnya petani juga mengalami kerugian dan pada akhirnya akan menjual dengan harga rendah dan menanggung sendiri PPN tersebut.







BAB III
PENUTUP


A.    KESIMPULAN

Dalam makalah ini dapat disimpulkan bahwa adalah iuran yang bersifat memaksa yang harus dibayarkan oleh seseorang atau suatu badan (wajib pajak) kepada Negara tanpa mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk menjalankan pemerintahan guna mencapai kesejahteraan umum serta tata cara pelaksanaannya diatur dalam undang-undang.
Perlakuan PPh atas keuntungan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan terhadap wajib pajak orang pribadi menimbulkan ketidakadilan bagi wajib pajak orang pribadi biasa. Yang dimaksud dengan wajib pajak orang pribadi biasa adalah mereka yang tidak melakukan kegiatan usaha jual-beli hak atas tanah dan/atau bangunan. Wajib pajak kelompok ini akan memikul beban pajak yang lebih besar dari pada mereka yang mempunyai usaha pokok jual beli hak atas tanah dan/atau bangunan.
Undang-undang PPh hanya mengatur bahwa kerugian yang boleh dibebankan sebagai biaya adalah:
1.      kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan (Pasal 6 ayat (1) huruf d)
2.      kerugian dari selisih kurs mata uang asing (Pasal 6 ayat (1) huruf e)
3.      piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih sepanjang memenuhi persyaratan tertentu Pasal 6 ayat (1) huruf h
Ketentuan diatas belum mencakup hak wajib pajak untuk membebankan kerugian yang diderirta karena bencana alam oleh karena itu perlu dipertimbangkan untuk memperluas cakupan Pasal 6 sehingga mencakup kerugian yang diderita karena bencana dimaksud.
Pengertian-pengertian dan pemahaman mengenai pajak seperti diatas yang perlu terus disosialisasikan kepada masyarakat lewat kampanye sadar pajak dalam berbagai bentuknya, seperti seminar, diskusi, penataran, lokakarya, simulasi, dan bentuk aktifitas lainnya Dengan upaya ini diharapkan tumbuhnya apresiasi positif masyarakat terhadap pajak yang pada akhirnya sampai pada suatu keinsyafan bahwa sadar pajak merupakan kunci pembangunan.

B.     SARAN

Dalam penyusunan makalah ini, penulis menggunakan sumber yang cukup mendasar  bagi judul makalah ini. Selain itu, bentuk pemaparan dan penjelasannya menggunakan metode pendeskripsian dan argumentasi untuk masalah yang dituangkan dalam makalah ini. Penggunaan gaya bahasa yang mudah dipahami membuat sebuah kajian baru dalam menyelesaikan suatu studi kasus.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang perlu ditambah dan diperbaiki. Untuk itu penulis mengharapkan inspirasi dari para pembaca dalam hal membantu menyempurkan makalah ini. Untuk terakhir kalinya penulis berharap agar dengan hadirnya makalah ini akan memberikan sebuah perubahan khususnya dunia pendidikan, dalam mengetahui tentang Sistem Perpajakan dan Politik Pajak.














DAFTAR PUSTAKA

Sadono Sukirno, Perpajakan-dampak-pajak, Jakarta Kencana, Maret 2010.
http// www.Arsyad, Lincolin.com.pengantar-pengeluaran-pemerintah-Yogakarta: Sekolah Tinggi Ekonomi YKPN
Wikipedia bahasa Indonesia. Ensiklopedia bebas internet. http://id.wikipedia.org.diakses pada tanggal 2 Mei 2010
Muhammad Hambali,SHI.9 Agustus 2008. Menggugat system politik perpajakan  bebas.http:// marx83.wordpress.com. diakses pada tanggal 2 Mei 2010